Langsung ke konten utama

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

Dalam Hukum acara Perdata terdapat asas-asas, yaitu:
1.      Hakim Bersifat Menunggu.
Asas ini menentukan bahwa dalam pelaksanaannya, inisiatif untuk mengajukan tuntutan keperdataan diserahkan kepada yang berkepentingan. Jadi apakah akan ada proses tuntutan atau tidak itu diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan. Untuk itu berlaku adagium “judex ne procedat ex officio”, apabila tidak ada gugatan, maka disitu tidak ada hakim.
2.      Hakim Bersifat Pasif.
Hakim dalam memeriksa perkara bersifat pasif dalam arti bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketaa  yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim, hakim tidak dapat memperluas ataupun mengurangi poko sengketa yang diajukan oleh pihak yang berperkara.
Disamping itu, para pihak dapat secara bebas mengakhiri sendiri sengketa yang telah diajukan di muka pengadilan, sedangkan hakim tidak dapat menghalanginya. Pengakhiran sengketa ini dapat berupa pencabutan gugatan atau perdamaian.
3.      Sifat Terbukanya Persidangan.
Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Tujuannya tidak lain untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak serta putusan yang adil kepada masyarakat.
Kecuali apabila ditentukan oleh undang-undang berdasarkan alasan yang patut yang dimuat dalam berita acara yang diperintahkan oleh hakim, maka persidangan dilakukan dengan tertutup untuk umum, misalnya perkara perceraian atau perkara perzinahan.
4.      Mendengar Kedua Belah Pihak.
Kedua belah pihak yang berperkara dalam hukum acara perdata itu harus diperlakukan sama. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang, kedua belah pihak masing-masing diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, hal ini berarti hakim tidak boleh menerima keterangan dari satu pihak saja. Asas ini juga mengandung arti bahwa masing-masing pihak berhak untuk mengajukan alat buktinya.
5.      Putusan Harus Disertai Alasan-alasan.
Semua putusan di pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mendili. Alasan ini dimaksud sebagai pertanggungjawaban hakim dari pada putusannya terhadap masyarakat, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.
6.      Beracara Dikenakan Biaya.
Untuk berperkara perdata pada asasnya dikenakan biaya. Biaya ini meliputi:
a.       Biaya Kepaniteraan;
b.      Biaya Panggilan;
c.       Biaya Materai;
Jikalau para pihak meminta bantuan advokat, itupun dikenakan biaya. Bagi yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara, dapat mengajukan perkara secara cuma-cuma dengan mendapat izin untuk dibebaskan dari pembayaran biaya perkara, dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh camat dimana yang berkepentingan itu tinggal.
7.      Tidak ada Keharusan Mewakilkan.
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk  mewakilkan kepada orang lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang berkepentingan. Akan tetap, para pihak dapat dibantu oleh kuasanya jikalau dikehedakinya.

Sumber Referensi: Sugeng Bambang , Sujayadi, Hukum Acara Perdata dan Dokumen Litigasi Perkara Perdata (Jakarta: KENCANA PERDANA MEDIA GROUP, 2011).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNSUR-UNSUR SURAT KUASA KHUSUS DAN CONTOH SURAT KUASA KHUSUS

A.      Unsur-unsur Surat Kuasa Khusus. Dalam praktik pengadilan dikenal ada beberapa unsur yang biasanya harus ada dalam surat kuasa khusus, yaitu: 1.       Kepala Surat; 2.       Identitas pemberi dan penerima kuasa; 3.       Unsur kekhususan dari surat kuasa khusus, yang meliputi: ·          Jenis perkara/objek perkara/nomor perkara (bila sudah didaftarkan di PN); ·          Kedudukan pemberi kuasa; ·          Identitas pihak lawan; ·          Pengadilan yang memeriksa perkara; 4.       Tindakan-tindakan yang dikuasakan kepada penerima kuasa; 5.       Tanda-tangan dari pemberi kuasa dan penerima kuasa; 6.       Materai secukupnya (Rp. 6.000...

MACAM-MACAM SITA JAMINAN

Sita jaminan terbagi menjadi dua, ada sita milik sendiri dan sita milik tergugat. 1.       Sita jaminan milik sendiri atau penggugat. Dalam sita jaminan ini terbagi menjadi dua: a.        Sita revindikator. Merupakan sita jaminan yang dimohonkan penggugat terhadap barang milik penggugat yang berada ditangan tergugat, barang tersebut yaitu benda beergerak, mudah dipindah tangankan, dan proses pemindahan hak nya yang sederhana. b.       Sita Marital. Merupakan sita jaminan yang dimana barang tersebut merupakan barang bergerak maupun barang tidak bergerak dalam perkara perkawinan yang diperiksa di pengadilan. Sita marital disebut juga sita matrimonial, lantaran di Negeri Belanda sendiri kenyataannya bukan hanya isteri yang berhak mengajukannya tetapi juga suami. 2.       Sita Jaminan terhadap barang milik tergugat. Penyitaan ini disebut juga dengan istilah conservatoir,...

PERMOHONAN DAN GUGATAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA

Dalam Hukum Acara Perdata terdapat dua macam perkara yang diperiksa, yaitu: 1.       Perkara Volunter. 2.       Perkara Kontentiosa. Dalam perkara Volunter, biasanya yang diajukan adalah berupa suatu permohonan. Dalam Permohonan tidak ada sengketa, sehingga perkara volunter ini bersifat tanpa pihak lawan, maka disini hakim hanya sekedar seorang tenaga tata usaha negara. Hakim mengeluarkan suatu penetapan atau lazimnya disebut dengan putusan declatoir, suatu putusan yang bersifat penetapan. Dalam hal ini hakim tidak memutuskan suatu konflik seperti halnya seperti halnya dalam surat gugatan. Permohonan yang banyak diajukan ke Pengadilan Negeri adalah permohonan sebagai berikut: a.        Permohonan Pengangkatan anak. b.       Permohonan pengangkatan wali. c.        Permohonan pengangkatan pengampu. d.       Permo...