A. Surat Kuasa.
Di dalam suatu perkara perdata, minimal terdapat dua pihak
yang berperkara, yaitu pihak penggugat dan tergugat. Dalam perkara perdata,
pihak penggugat dan tergugatlah yang aktif bertindak di muka pengadilan karena
merekalah pihak yang mempunyai kepentingan masing-masing. Keadaan tersebut
bukanlah suatu keharusan, karena bisa saja para pihak yang berperkara
mewakilkan pada orang lain untuk dan atas namanya menghadap di muka sidang
pengadilan dengan cara memberi surat kuasa kepada kuasanya.
Menurut Retno Wulan dan Iskandar Oeripkartawinata, suart
kuasa dapat dibuat secara di bawah tangan maupun secara otentik di hadapan
seorang notaris, surat kuasa ini bisa dilimpahkan jika dalam surat kuasa
tersebut disebutkan atau ditulis secara tegas kuasa ini disertai hak untuk
melimpahkan. Dalam Praktik, surat kuasa yang dapat dilimpahhkan ini, pada
akhirnya memuat kalimat “Surat kuasa ini diberikan dengan hak substitusi
(menggantikan)”. Apabila dalam surat kuasa tersebut tidak tercantum kalimat
seperti disebut diatas dan kemudian dilimpahkan kepada orang lain, maka
pelimpahan tersebut tidak sah.
B.
Pengertian Kuasa.
Menurut pasal 1792 KUHPerdata pemberian kuasa adalah suatu
persetujuan dengan nama seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang
menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Kata
persetujuan dalam pasal 1792 KUHPerdata tersebut bermakna perjanjian, yaitu
perjanjian kuasa dimana pemberi kuasa melimpahkan atau mewakilkan kepada
penerima kuasa untuk mengurusi kepentingannya sesuai dengan fungsi dan
kewenangan yang ditentukan dalam surat kuasa, sedangkan penerima kuasa berkuasa
penuh bertintak mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas
nama pemberi kuasa.
Perjanjian kuasa yang dibuat para pihak, yaitu pihak pemberi
kuasa dan pihak penerima kuasa terdapat sifat-sifat tersebut:
a.
Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa.
b.
Pemberian kuasa bersifat konsensual.
c.
Berkarakter garansi kontrak.
Mantan Hakim Agung, Yahya Harapan menjelaskan, sifat-sifat pokok
tersebut sebagai berikut: sifat pertama, penerima kuasa langsung berkapasitas
sebagai pemberi kuasa, artinya pemberi kuasa tidak hanya bersifat mengatur
hubungan internal antara pemberi kuasa dan penerima kuasa, akan tetapi hubungan
hukum itu langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta berkapasitas kepada
kuasa menjadi wakil penuh pemberi kuasa, yaitu dalam hal berikut:
a.
Memberi hak dan kewenangan kepada kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa terhadap pihak ketiga.
b.
Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa sepanjang
tidak melampaui batas kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya.
c.
Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa dengan pihak ketiga, pemberi
kuasa berkedudukan sebagai pihak-pihak materil atau pihak utama, dan penerima
kuasa berkedudukan dan berkapasitas sebagai pihak formil.
Akibat hukum dari hubungan yang demikian, yaitu segala
tindakan yang dilakukan kuasa kepada pihak ketiga dalam kedudukannya sebagai
pihak formil, mengikat kepada pemberi kuasa sebagai principal (pihak materiil).
Dalam
hal sifat yang kedua, sifat perjanjian kuasa adalah konsensual, yaitu
perjanjian berdasarkan kesepakatan dalam arti sebagai berikut:
a.
Hubungan pemberi kuasa bersifat partai yang terdiri atas pemberi dan penerima
kuasa.
b.
Hubungan hukum itu dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa, berkekuatan
mengikat sebagai persetujuan antara kedua belah pihak.
c.
Pemberi kuasa harus dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari
kedua belah pihak.
Dalam
hal sifat yang ketiga, ukuran untuk menentukan kekuasaan mengikat tindakan
kuasa kepada prinsipal (pemberi kuasa) hanya terbatas hal berikut:
a.
Sepanjang kewenangan atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa.
b.
Apabila tindakan kuasa melanpaui batas mandat, maka tanggung jawab pemberi
kuasa hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat yang diberikan,
sedangkan pelampauan itu menjadi tanggung jawab kuasa.
Demikian
pembahasan mengenai surat kuasa dan pengertian kuasa, masukan dan saran sangat
amat membantu penulis dalam penulisan.
Refernsi
Rujukan:
Hasan
Burhanudin, Harinanto Sugiono, Hukum Acara dan Praktik Peradilan Perdata
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2015).
Komentar
Posting Komentar