Langsung ke konten utama

KEDUDUKAN LEMBAGA PERADILAN AGAMA

Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undangundang Nomor 50 Tahun 2009.
Dasar   hukum yang    melandasi        peradilan agama dan mahkamah syariah antara lain:
1.      Pasal 24 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 beserta amandemennya.
2.      Pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
3.      Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.
4.      Pasal 128 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Selain itu, terdapat pula kewenangan Peradilan Agama/ Mahkamah Syariah sebagai lembaga peradilan yang menangani perkara tertentu, kewenangan tersebut antara lain:
1.      Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infag, shadagah dan ekonomi syariah.
2.      Mahkamah Syar’iyah di samping bertugas dan berwenang sebagaimana pada huruf (a), juga bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara bidang jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syariat Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (3) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Perda Nomor 5 Tahun   2000,   Qanun   Nomor   10   Tahun 2002.
3.      Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang ahwalusysyakhsiyah meliputi perkawinan, waris dan wasiat. (Penjelasan Pasal 49 huruf (a) Qanun Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam).
4.      Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang Muamalah meliputi hukum kebendaan dan perikatan meliputi jual beli, sewa menyewa, utang piutang, giradh, musagah, muzara’ah, mukhabarah, wakalah, syirkah, ariyah, hajru, syuf’ah, rahnun, ihyaul mawat, ma’din, luqathah, perbankan, takaful (asuransi), perburuhan, harta rampasan, wakaf, hibah, zakat, infag, shadagah dan hadiah (Penjelasan Pasal 49 huruf b Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam).
5.      Perincian jenis kewenangan Mahkamah Syar’iyah di bidang jinayah meliputi jarimah hudud (zina,gadzaf, pencurian, perampokan, minuman keras dan napza, murtad, bughat), jarimah gishash/diyat (pembunuhan, penganiayaan), jarimah ta’zir (maisir/perjudian, penipuan, pemalsuan, khalwat). Penjelasan Pasal 49 huruf(c) Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam serta pelangaran terhadap agidah, ibadah dan syiar Islam yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2002.
6.      Dengan  diberlakukannya  Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, maka pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa  waris Islam sudah tidak berlaku lagi.

Sumber  Referensi : Dr. Kamarusdiana, M.H. (Hukum Acara Perdata).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNSUR-UNSUR SURAT KUASA KHUSUS DAN CONTOH SURAT KUASA KHUSUS

A.      Unsur-unsur Surat Kuasa Khusus. Dalam praktik pengadilan dikenal ada beberapa unsur yang biasanya harus ada dalam surat kuasa khusus, yaitu: 1.       Kepala Surat; 2.       Identitas pemberi dan penerima kuasa; 3.       Unsur kekhususan dari surat kuasa khusus, yang meliputi: ·          Jenis perkara/objek perkara/nomor perkara (bila sudah didaftarkan di PN); ·          Kedudukan pemberi kuasa; ·          Identitas pihak lawan; ·          Pengadilan yang memeriksa perkara; 4.       Tindakan-tindakan yang dikuasakan kepada penerima kuasa; 5.       Tanda-tangan dari pemberi kuasa dan penerima kuasa; 6.       Materai secukupnya (Rp. 6.000...

MACAM-MACAM SITA JAMINAN

Sita jaminan terbagi menjadi dua, ada sita milik sendiri dan sita milik tergugat. 1.       Sita jaminan milik sendiri atau penggugat. Dalam sita jaminan ini terbagi menjadi dua: a.        Sita revindikator. Merupakan sita jaminan yang dimohonkan penggugat terhadap barang milik penggugat yang berada ditangan tergugat, barang tersebut yaitu benda beergerak, mudah dipindah tangankan, dan proses pemindahan hak nya yang sederhana. b.       Sita Marital. Merupakan sita jaminan yang dimana barang tersebut merupakan barang bergerak maupun barang tidak bergerak dalam perkara perkawinan yang diperiksa di pengadilan. Sita marital disebut juga sita matrimonial, lantaran di Negeri Belanda sendiri kenyataannya bukan hanya isteri yang berhak mengajukannya tetapi juga suami. 2.       Sita Jaminan terhadap barang milik tergugat. Penyitaan ini disebut juga dengan istilah conservatoir,...

PERMOHONAN DAN GUGATAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA

Dalam Hukum Acara Perdata terdapat dua macam perkara yang diperiksa, yaitu: 1.       Perkara Volunter. 2.       Perkara Kontentiosa. Dalam perkara Volunter, biasanya yang diajukan adalah berupa suatu permohonan. Dalam Permohonan tidak ada sengketa, sehingga perkara volunter ini bersifat tanpa pihak lawan, maka disini hakim hanya sekedar seorang tenaga tata usaha negara. Hakim mengeluarkan suatu penetapan atau lazimnya disebut dengan putusan declatoir, suatu putusan yang bersifat penetapan. Dalam hal ini hakim tidak memutuskan suatu konflik seperti halnya seperti halnya dalam surat gugatan. Permohonan yang banyak diajukan ke Pengadilan Negeri adalah permohonan sebagai berikut: a.        Permohonan Pengangkatan anak. b.       Permohonan pengangkatan wali. c.        Permohonan pengangkatan pengampu. d.       Permo...